Gambar hanya ilustrasi |
Mudapembaharu - Meski perhelatan pemilu masih lama diselenggarakan, tapi mengapa akhir-akhir ini berbagai guncangan banyak dihadapi lembaga komisi pemilihan umum (KPU)?.
Selama beberapa minggu terakhir berita yang berkaitan dengan KPU seolah tidak ada habisnya. Mulai dari beredarnya berita yang mengatakan bahwa hubungan antara KPU pusat dan KPU daerah tidak harmonis.
Ketidakharmonisannya itu mencuat lantaran ada beberapa instruksi nyeleneh KPU pusat ke petugas daerah yang dianggap sebagai sebuah intimidasi.
Narasi yang mencuat adalah KPU disinyalir telah melakukan kecurangan dalam meloloskan tiga partai baru untuk kontes pemilu 2024 mendatang. Tiga partai tersebut adalah Partai Gelora, Partai Garuda dan Partai Kebangkitan Nusantara.
Lalu berita yang tak kalah penting dari hal diatas adalah muncul sebuah narasi yang mengatakan bahwa pentolan KPU, Hasyim Asy'ari diduga telah melakukan tindakan asusila terhadap seorang wanita yang dikenal dengan sebutan "wanita emas".
Bahkan, terkait dengan wanita emas ini, isu yang bahkan lebih mengerutkan nadi mata adalah adanya wacana pemilu 2024 mendatang, siapa yang akan menjadi presiden, sudah didesain oleh pihak KPU.
Buntut dari narasi yang terakhir ini, ketua KPU Hasyim Asy'ari, sudah dilaporkan oleh pihak yang bersangkutan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu pada hari kamis 22/12/2022.
Menyoal Integritas dan Komitmen KPU
Tentu saja bila berita itu benar, kita sebagai masyarakat merasa kecewa berat. Mengingat bahwa sejak didirikan, KPU sebagai salah satu lembaga yang lahir pasca Reformasi tentu mempunyai integritas tinggi dalam menjalankan tugas dan kapasitasnya sebagai penyelenggara pemilu.
KPU menjadi sumber harapan bagi masyarakat, agar kelak dalam proses pemilihanya yang menjadi pemangku jabatan adalah mereka yang benar-benar dipilih, pantas maju dan memikirkan aspirasi masyarakat.
Namun nyatanya harapan tersebut harus terhalang oleh beberapa masalah. Jajaran elit sendiri kalau benar isu diatas terjadi maka pertanyaan pun muncul, apakah ada pesanan kekuasaan yang masuk ke KPU? Terlebih ada dugaan sebuah desakan dari petinggi KPU untuk manut pada apa yang ditetapkan pusat sampai juga ke berbagai KPU daerah.
Intervensi-intervensi seperti ini tentu sangat disayangkan, sebagaimana Reffly Harun mengatakan:
“Kalau kecurangan di lapangan satu-dua, ya mungkin saja ada kecolongan, tapi kalau kecurangannya terkonsentrasi karena mengikuti pesanan kekuasaan, dan para anggota KPU tidak berani menolak, maka saran saya lebih baik diberhentikan saja anggota KPU yang seperti itu,” ujar Refly.
Lalu bagaimana juga dengan situasi KPU diberbagai daerah? Karena santer juga diberitakan bahwa kerap terjadi sebuah kecurangan dalam tahapan pemilihan PPK, PPS dan lain-lain.
Isu-isu seperti ini kalau tidak diselesaikan sendiri dari pihak internal tentu akan berimbas pada kepercayaan masyarakat. Hal ini tidak baik juga pada Negara. Alih-alih menganut sistem demokrasi tapi dalam prakteknya apapun itu bisa di kolusi.
Tapi kita harus percaya juga bahwa dalam lembaga KPU masih ada orang-orang yang menjunjung tinggi integritas dan komitmen.
Kepada merekalah harapan dan keinginan agar pemilu yang dilakukan secara jujur adil dan bersih ini bisa terwujud.