gettyimages |
Perhelatan akbar pemilu sejatinya akan berlangsung 2 tahun lagi. Namun suhu panas politiknya bisa dirasakan saat ini.
Wacana-wacana bacalon presiden menguat disana-sini. Bahkan jauh-jauh hari sudah lahir sebuah gerakan untuk pemenangan tersebut, kita sebut relawan.
Selain munculnya nama-nama calon presiden, partai-partai pun seolah tak ingin ketinggalan. Geliat pergerakannya, bisa dilihat dari bagaimana mereka melihat sekaligus menaruh hati pada sosok yang kelak akan menjadi sebuah keuntungan politis.
Ada juga partai yang beramai-ramai membentuk sebuah koalisi, biar kelak gerak langkah politis yang dilakukan mereka bisa menjadi mudah untuk didapatkan. Tentu ini berawal dari hasrat yang besar, karena sebuah koalisi tidak akan dibentuk kalau tidak ada keinginan yang kuat.
Terakhir muncul pula wacana yang tak kalah heboh dengan hal diatas, yakni mencuatnya wacana Jokowi tiga periode dan pengesahan RUKHP yang dinilai terburu-buru.
Hal ini menguat sehubungan dengan pernyataan-pernyataan pejabat pemerintahan yang dinilai mengarah kepada penundaan pemilu tahun 2024 nanti.
Munculnya Respon dan Kritik
Sepintas hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan, karena bagaimanapun juga negara Indonesia ini negara demokratis. Namun sebagai akibatnya maka lahir pula respon dan kritik dari masyarakat.
Sasaran mereka tentu adalah prilaku para pejabat yang dinilai mempunyai libido kencang hingga syahwat politik yang tak terbendung. Mereka tak mengenal waktu, kalau ada kesempatan untuk meraih massa, meski bukan waktunya, mereka lantas memulainya.
Ada juga yang mengkritik dan lantas menguatkan kembali bagaimana posisi monster oligarki didalam tubuh penguasa. Bahwa ada sebuah pengamanan atau pemeliharaan kekuasaan yang dilakukan segelintir pejabat guna menyelematkan kepentingan mereka sendiri.
Salah satu contohnya yaitu tadi muncul suara-suara bising terkait upaya penundaan pemilu 2024 mendatang. Mereka berdalih bahwa ada hal-hal urgent yang harus dibereskan, padahal seharusnya apa yang mereka usulkan harus berdasar pada keinginan rakyat.
Dan inilah yang ditakutkan oleh kita, sebagai warga negara yang taat konstitusi. Kalau misal serangkaian permasalahan diatas mengarah kepada, meminjam pada jargon yang sekarang ramai diberitakan, kudeta konstitusi atau teroris konstitusi maka hal tersebut harus benar-benar dilawan.
Jangan Jadi Generasi Manut Politik dan Terjerat Kongkalikong Kursi
Generasi muda tentu harus menjadi garda terdepan dalam melawan setiap langkah politik yang salah kaprah. Jiwa dan semangatnya yang menggebu bisa menjadi modal besar dan jelas masih dibutuhkan dalam arus pergerakan.
Sebagai generasi muda kita sangat berharap agar terhindar dari cengkraman gurita yang keliru. Karena bagaimanapun juga sangat tidak mungkin bagi mereka yang mempunyai syahwat dan libido tinggi itu hanya bergerak dipusaran pusat saja, tapi sayap pergerakannya bisa saja masuk pada lembaga-lembaga tertentu.
"Tujuannya hanya satu yakni memesan agar semua nya berjalan sesuai rencana dan membungkam perlawanan meski beberapa bagian saja".
Yang tadinya seorang pemuda itu harus lantang bersuara menegakan kebenaran, ketika terjerat pada arus yang salah maka ia hanya akan menjadi generasi manut politik. Hidup dalam dunia syahwat mereka secara tidak sadar dan mungkin hanya akan menjadi pelacur politik.
Suara yang akan lahir dari generasi muda manut politik ini mungkin hanya tentang perkara jual beli dan kongkalikong kursi semata. Ia tidak mempunyai visi dan misi jelas tapi hanya menjadi topeng politik tertentu.
Tentu kita sangat berharap hal tersebut tidak terjadi. Karena