Kajian ahad pencerah pada tanggal 08/01/23 jam 07.00 WIB ini, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ujungberung Bandung mengundang salah satu pembicara yang, barangkali bagi yang berkecimpung di persyarikatan Muhammadiyah, sering kita baca tulisan-tulisannya.
Yah siapa lagi kalau bukan H.M. Rizal Fadillah, SH. Selain aktif di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Rizal Fadillah juga dikenal sebagai sosok pemerhati politik dan bangsa.
Gagasan dan pemikiran yang beliau torehkan dalam tulisan, bisa kita temui dalam laman media sosial Facebook atau di berbagai platform website.
Di kajian Ahad pencerah ini, PCM Ujungberung Bandung patut berbangga karena bisa mengundang Rizal Fadillah yang dikenal mempunyai karakter tegas dalam menyampaikan materi atau nasehat untuk kemajuan organisasi atau tentang ranah kebangsaan sebagaimana disebutkan tadi.
Banyak kiranya catatan-catatan atau materi berharga yang beliau sampaikan dalam pengajian ahad pencerah tadi. Tim redaksi Muru merangkum beberapa poin penting yang kiranya bisa dijadikan hikmah.
Pertama, pentingnya bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang tertulis dalam kalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 78.
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
Allah memberikan indera-indera perasa tersebut sebagai sebuah potensi yang harus dioptimalkan oleh manusia. Karena dari pemberian itulah seorang manusia bisa bergerak, tidak diam tanpa melakukan apa-apa.
Kedua, Pentingnya menguatkan kembali gerakan tajdid. Meneladani Rosululloh berarti menyelam kembali pada lembaran-lembaran sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Salah satu gerakan yang ada di organisasi Muhammadiyah adalah gerakan tajdid, yang bermakna meneledani ajaran Nabi Muhammad SAW.
Rizal Fadillah menambahkan pada pembahasan ini "Gerakan tajdid itu kembali untuk kembali" maknanya gerak langkah Muhammadiyah untuk mengaplikasikan ajaran Nabi Muhammad tentu dibarengi harapan mencerahkan akan kehidupan mendatang.
"Purifikasi untuk dinamisasi". Ujar Rizal Fadillah. Sehingga itu menegaskan kembali bahwa dalam mempelajari Peradaban Islam, kita tidak boleh terjebak dalam romantisme sejarah.
Ketiga, karena ada gerak dinamisasi tadi. Hal tersebut menunjukan bahwa spirit Muhammadiyah itu bukan hanya sebuah organisasi tapi juga gerakan harokah atau meminjam bahasa Ketua umum PP Muhammadiyah Pusat Prof. Haedar Nashir "Harakah Al Islamiyah".
Keempat, tema yang disampaikan Rizal Fadillah masuk pada pembahasan isu global yang tentunya mempunyai implikasi juga terhadap kehidupan beragama di Indonesia. Khususnya mengenai Islamophobia.
Konflik ini hemat penulis memang tidak bisa dilepaskan dari konflik kepentingan, khususnya ekonomi. Barat yang merupakan aktor utama penyebaran Islamophobia kehilangan musuh utamanya yakni komunis.
Maka untuk mencari musuh baru, "yang akan mendatangkan keuntungan", mereka mendesain tragedi 9/11 yang mana tragedi tersebut akan mengubah wajah Islam di seluruh dunia hingga saat ini.
Lambat laun ternyata framing "Islam sebagai Teroris" yang terus menerus digencarkan barat dan konco media besarnya menyebar luas ke berbagai dunia, termasuk ke Indonesia yang ternyata latah juga.
Bahkan framing tersebut sudah merasuki alam pikiran masyarakat Indonesia, dan diantaranya mereka yang ber-KTP Islam. Dan orang-orang ini menurut Rizal Fadillah adalah bagian dari "Kufur Kontemporer" yang ada di sekitar kita.
Dan yang terakhir, kelima, Rizal Fadillah juga mengingatkan kepada PCM, AUM serta ortom setempat bahwa sebentar lagi kita akan dihadapkan pada tahun-tahun politik.
Wejangan mencerahkan Rizal Fadillah terkait politik ini tentu adalah bagaimana memilih kriteria pemimpin nanti. Menurut Rizal Fadillah, dengan mengambil pada keteladanan Nabi Muhammad, kriteria pemimpin yang baik itu adalah dia yang tidak meminta-minta jabatan. Nabi Muhammad tidak suka sifat atau karakter tersebut.
Sebagaimana Nabi Muhammad bersabda: "Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar".
Rizal mengingatkan kembali bahwa seorang yang meminta-minta jabatan, mereka itu tidak tahu bahwa kelak akan hina dan menyesal. Selain itu menjadi pemimpin itu tentu sebuah "Amanah yang mencelakakan," tegas Rizal.
Bila saja nanti kita salah memilih, maka celakalah kita akan dapat. Tapi Nabi Muhammad SAW juga memberikan sebuah solusi bahwa seorang pemimpin yang baik itu adalah dia yang berhak dan dia yang adil dan bertugas dengan sebaik-baiknya amanah.
Terakhir, Rizal Fadillah juga mengingatkan bahwa seorang imam atau pemimpin yang baik adalah seseorang yang peka terhadap masyarakat. Bila banyak rakyat tidak menghendaki maka jangan dipaksakan untuk menambah pundi-pundi periode baru atau membuat sebuah pimpinan boneka lain yang bisa disetir.
Bila mudah disetir maka yang akan berjaya bukan masyarakat melainkan hanya kaum oligarki.