Democrazy


Penulis: Faizal Assegaf | Editor: Muru


Komplotan buzzer di selokan politik kekuasaan getol teriak: Presiden adalah simbol negara, sangat sakral dan terhormat. Wajib dimuliakan, tidak boleh disebut ‘Bajingan Tolol’.


Namun doktrin busuk itu tidak berlaku bagi rakyat yang berpikir cerdas. Di mana kekuasaan presiden dimaknai sebagai pelayan. Bukan bos besar atau majikan yang patut dibela.


Tinggi atau rendah kehormatan presiden tergantung sikap jujur dan amanah. Sebaliknya, penguasa yang rakus dan gemar berbohong, esensinya dia bukan manusia. Tapi jauh lebih hina dari binatang.


Presiden Francisco Franco, contoh kekuasaan yang bengis dan korup di Spanyol. Jejak kejahatannya tak beda dengan pemimpin Khmer Merah, diktator Kamboja, Pol Pot yang sangat keji.


Di negeri jiran Malaysia, Pardana Menteri Muhyiddin Yassin terlibat kasus korupsi, digiring ke sel. Dan baru saja terjadi, anak presiden Colombia, Nicolas Petro ditangkap atas skandal suap.


Tak berbeda, tingkah rezim Jokowi ugal-ugalan dan tanpa henti menuai kecaman. Kelompok rakyat yang pintar dan para tokoh kritis menuding Jokowi pembohong dan hipokrit.


Sudah banyak elemen rakyat turun ke jalan dan mendesak Jokowi mundur serta dipenjarakan. Kemarahan yang sangat serius dan makin bergulir kencang jelang 2024.


Walhasil, Jokowi dikatain bajingan tolol. Santun atau tidak, tergantung persepsi. Tapi dalam anekdot republik ruwetnesia, penguasa bermental maling dan penipu dianalogikan sebagai babi ngepet.


Cerita tentang rezim korup Ferdinand Marcos yang dilengserkan oleh rakyat Filipina, adalah gambaran sempurna ‘Presiden Babi Ngepet’. Jejak hitam itu dikhawatirkan terjadi di republik ini…!

**