Chess Ilustration (freepik.com)

Perubahan peta koalisi politik tidak jarang terjadi dalam konteks politik dengan multi partai seperti di Indonesia. Baru-baru ini, sebuah perubahan mengejutkan terjadi dalam Koalisi Perubahan setelah Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, memilih Cak Imin sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya. Keputusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan dari pihak Demokrat yang merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.


Keputusan Anies Baswedan untuk mengambil Cak Imin sebagai calon wakil presiden dalam Koalisi Perubahan ini merupakan sebuah langkah yang mengejutkan dan tidak terduga bagi banyak pihak. Demokrat merasa bahwa keputusan tersebut diambil secara sepihak tanpa melibatkan mereka dan PKS.


Situasi ini kemudian menciptakan prediksi akan terjadinya perubahan dalam peta koalisi. Namun, hingga saat ini PKS masih belum menentukan sikapnya dan berusaha menjaga sikap husnudzon dalam menghadapi perubahan ini.


Perubahan dalam peta koalisi politik bukanlah hal yang aneh dalam sistem politik dengan multi partai seperti di Indonesia. Tidak ada kawan yang abadi dan tidak ada lawan yang abadi. Setiap partai memiliki kepentingan dan strategi politiknya masing-masing yang bisa berubah-ubah seiring dengan dinamika politik yang ada.


Model Pemilu Turki Perkuat Presidensial 


Melihat contoh dari pemilu di Turki, model pemilihan presiden yang hanya memilih calon presiden. Setelah pemilu selesai Presiden terpilih menunjuk wakil presiden dan para menteri. 


Sistem pemilu seperti ini dinilai memperkuat sistem presidensial di negara tersebut. Mungkin hal ini dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia ke depan untuk membuat perubahan dalam sistem pemilihan yang lebih efektif dan mendukung stabilitas politik.


Pembelajaran dari model pemilihan presiden di Turki selain memperkuat sistem presidensial juga menjadi inspirasi untuk meminimalisir polarisasi di masyarakat Indonesia. Polarisasi mulai nampak siginifikan ketika pemilu 2014 dan semakin menjadi di pemilu 2019. Kita berharap pemilu 2024 tidak terjadi lagi polarisasi di tengah masyarakat. Jika tetap ada polarisasi semoga dapat diminimalisir.


Namun demikian, langkah untuk meniru model pemilihan Turki tentu perlu dipertimbangkan dengan baik, mengingat perbedaan-perbedaan dalam konteks politik dan sosial masing-masing negara. Alasan, tujuan, dan manfaat dari perubahan sistem tersebut harus dipertimbangkan secara matang, melibatkan stakeholder yang beragam, dan mempertimbangkan kondisi politik serta keberlanjutan demokrasi di Indonesia.



Setiap perubahan yang dilakukan haruslah melalui kajian yang komprehensif dan melibatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam rangka membangun dan menjaga stabilitas politik yang berkelanjutan. Setiap sistem dan kebijakan ada sisi positif-negatif, tidak ada yang sempurna.