Ilustrasi


Oleh: Yaya Mulya Mantri | Penulis: Akademisi, Dosen, Sekretaris PC Pemuda Muhammadiyah Ujungberung Kota Bandung

Akhir-akhir ini media ramai dengan pemberitaan kisruh antara aparat dengan warga Rempang karena tanahnya akan diambil-alih oleh pemerintah untuk dijadikan kawasan bisnis. 

Tindakan aparat yang terkesan represif sangat memprihatinkan bahkan anak-anak sekolah ikut menjadi korban tembakan gas air mata yang katanya tertiup angin sampai ke sekolah. 

Sebuah pernyataan yang di luar nalar dan tidak masuk akal. Pembelaan diri selalu terucap dari pemangku kekuasaan tanpa sepatah kata pun mengucapkan permohonan maaf. 

Peristiwa tersebut mengingatkan saya pada kisah "Tanah Sakarung" sebuah cerita berbahasa Sunda karya sastrawan Usep HM. Romli yang ada dalam buku "Ganjaran Kahadean". Kisah ini disadur dari “Short Story for Islamic Story” Charles Duff (1967). 

Ketika saya membacakan cerita pengantar tidur untuk anak-anak, tiba-tiba saya teringat dengan peristiwa Rempang. Beginilah kira-kira ceritanya: 

Khalifah Al-Hakam I, penguasa ketiga dari dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol), memerintah dari tahun 180-206 Hijriyah / 796-822 Masehi. Ia tertarik dengan sebidang tanah di tepi danau yang dimiliki oleh seorang nenek tua. Al-Hakam merasa jika di tempat tersebut didirikan istana dan taman, itu akan terlihat sangat indah.

Ia mengirimkan orang-orangnya untuk membujuk nenek itu agar menjual tanah dan gubuknya, dengan menawarkan harga yang lebih tinggi. Tetapi nenek itu menolak dengan tegas. Ia merasa bahagia dan juga mengingat anak-anaknya yang kelak akan membutuhkan tempat tinggal dan sumber pendapatan.

Pembicaraan dan negosiasi berlangsung dengan sulit dan memakan waktu lama. Al-Hakam pun menjadi kesal. Ia memerintahkan agar gubuk nenek itu dirobohkan, dan penghuninya dibiarkan terlantar. Al-Hakam kemudian segera membangun istana dan taman sesuai keinginannya.

Si Nenek akhirnya mengadu kepada seorang hakim, memohon keadilan.

"Tenanglah, Nenek, tunggu saja hingga saat peresmian istana," jawab si Hakim.

Pada saat istana diresmikan, Hakim datang dengan seorang pelayan yang membawa karung dan cangkul. Setelah peresmian yang dihadiri oleh para pembesar negara, Sang Hakim meminta izin kepada Al Hakam untuk menggali sekarung tanah dari sisi taman.

"Silakan saja," jawab Al Hakam, yang saat itu bahagia memiliki istana dan taman yang terletak di tepi danau yang bening.

Setelah karung terisi penuh dengan tanah, Hakim meminta Al Hakam untuk membantu mengangkat karung itu ke punggungnya. Al Hakam pun merasa senang dan segera mencoba mengangkat karung tersebut. Namun, karung tersebut terlalu berat. Al Hakam tidak dapat meletakkannya di punggung hakim, bahkan menggesernya saja sangat sulit. Ia mencoba berkali-kali, tapi selalu gagal.

"Nah, Paduka," kata Hakim. "Ini baru sekarung tanah di dunia. Bagaimana kelak di akhirat, pada hari pembalasan? Paduka akan disuruh mengangkat tanah seluas istana dan taman beserta segala isinya? Akan kuatkah? Belum lagi Paduka harus menghadapi dakwaan Si Nenek Tua yang terdzalimi!"

Al Hakam merasa menyesal dan terkejut mendengar kata-kata Hakim tersebut. Ia merasa terhina dan terpukul. Ia jatuh ke tanah dan menangis. Dalam kehancurannya, ia sadar bahwa perbuatannya bersalah dan ia harus meminta maaf kepada Si Nenek serta mengembalikan tanah beserta istana dan tamannya yang telah ia ambil.

Dengan kepala tertunduk, Al Hakam merangkak di depan Si Nenek dan memohon maaf dengan tulus. Ia mengembalikan seluruh tanah serta mengirimkan permohonan maaf secara resmi. Ia merasa sangat menyesal atas tindakannya dan ingin memperbaiki kesalahannya.

Si Nenek, meski masih merasa terdzalimi, melihat rasa penyesalan yang tulus dari Al Hakam. Ia memutuskan untuk memaafkannya dan menerima kembali tanahnya serta segala kerugian yang telah dialaminya.

Dari peristiwa ini, Al Hakam belajar tentang pentingnya keadilan dan tidak berlaku zalim terhadap orang lain. Ia bertekad untuk menjadi lebih baik dan tidak menganiaya siapapun di masa depan.

Semoga kisah ini dapat menjadi refleksi terutama bagi para penguasa dan pemimpin di Indonesia agar kasus Rempang tidak terulang kembali.

Meskipun pemerintah bersikeras untuk tetap melanjutkan proses pembangunan di tengah gelombang protes dari berbagai kalangan masyarakat untuk menghentikan proyek tersebut. Termasuk protes dari dua organisasi besar Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU untuk menghentikan proyek kontroversial itu (baca https://www.suara.com/bisnis/2023/09/14/103525/nu-dan-muhammadiyah-minta-pemerintah-hentikan-proyek-rempang-batam).

Nasrun minallah wa fathun qarib wa bassyiril mu'minin.