Shalat Image (freepik.com)



Oleh: Drs. Ayi Sofyan, M.Si

Dosen UIN Sunan Gunung Djati 


Shalat jamak bermakna melaksanakan sholat wajib yang boleh digabungkan antara dua waktu sholat, pada waktu sholat tertentu, baik ditarik ke waktu yang lebih awal maupun diulur pada waktu yang lebih akhir. 


Menggabungkan (jamak) shalat bisa dilaksanakan secara normal, dengan tidak mengurani jumlah raka'at. Misalnya shalat dhuhur dan ashar tetap dilaksanakan masing-masing 4 raka'at. Bisa juga dengan cara mengqoshornya menjadi masing 2 raka'at, kecuali shalat magrib dan shubuh yang tidak bisa diqoshor menjadi 2 rokaat dan 1 rokaat bagi shubuh.


Sholat wajib yang boleh dijamak atau diqoshor adalah sholat dhuhur, ashar, magrib dan isya. Adapun sholat yang tidak boleh dijamak maupun diqoshor adalah (diringkas) adalah shalat shubuh. 


Shalat dhuhur hanya boleh dijamak atau diqoshor dengan shalat ashar secara taqdim, atau sholat dhuhur ditarik ke ashar secara takhir. Demikian pula shalat isya bisa ditarik ke magrib secara taqdim, atau shalat magrib ditarik ke waktu isya secara takhir (diakhirkan).


Ada 5 alasan sholat boleh dijamak atau diqoshor: 1) ketika wuquf di arofah dengan melaksanaman sholat ashar ke sholat dhuhur, dan ketika mabit di Muzdalifah dengan menarik shalat maghrib ke sholat isya dalam pelsksana haji. 


2) ketika sedang bepergian (diperjalanan); baik kegika akan berangkat, ditengah perjalanan, atau setelah sampai ditujuan, tergantung situasi dan niatnya.


3) ketika hujan lebat turun, boleh menjamak sholat dhuhur dan Ashar serta magrib dengan isya dan atau sebaliknya, tergantung situasi hujannya.


4. Ketika sakit atau berhalangan ketika terjadi musibah seperti gempa bumi, banjir, angin taufan, tsunami, kebakaran dll. Yang memerlukan perhatian dan kewaspadaan serta tidak memungkinkan pelaksanaan sholat secara normal.


5. Karena ada hajat penting dan kesibukan yang tidak memungkinman pelaksanaan shalat secara normal, seperti dalam pelaksanaan walimah pernikahan, kepanitiaan qurban, konprensi dan negoisasi, bisnis besar, dan menjadi penyelenggara Pemilu (KPPS).


Khusus mengenai alasan yang ke lima ini, Imam al Nawawi dalam syarah Muslim berkata:"beberapa Imam, seperti dalam madzbab Maliki, al Khatfobi, qoffal, Asyasy al Kabir, al Marwazy serta ibnu Munzir membolehkan shalat jamak bagi ofang tidak musafir bila ada suatu kepentingan, dengan gidak dijadikan sebagai kebiasaan". Ibnu Abbas menyataman maksudnya agar tidak menyulitkan ummat. Jadi tidak dibatasi alasan sakit atau lainnya.


Dalam hadist riwayat Muslim dari Ibnu Abas disebutkan bahwa Rosulullah pernah menjamam shalat dhuhur dan ashar serta maghrib dan isya di Madinah, bukanmarena metakutan agau hujan. Ibnu Abbas ditanya: mengapa Nabi melakukannya? Jawabnya, agar beliau tidak menyulitkan Ummatnya. Ibnu Abbas menjelaskan Nabi melaksanakan jamak 7 dan 8 raka'at. Maksudnya menjamak shalat magrib dan isya 3 dan 4 rokaat, serga dhuhur dan ashar masing-masing 4 raka'at. 


Ketika suatu saat Ibnu Abbas melaksanakan pidato, setelah ashar hkngga matahari terbenam. Lalu, para shahabat memperingatkan shalat, shalat. Tetapi Ibnu Abbas melanjutkan pidatonya hingga tefbit bintang-bintang.. dan sahabat kembali memperingatkan "shalat.. shalat!" 


Ibnu Abbas berkata: celakalah kamu. Apakah kamu hendak mengajarkan sunnah Nabi kepadaku? Aku mengetahui sendiri bahwa Rasulullah menjamak sholat dhuhur dan ashar serta shalat magrib dengan isya. Tentang pendapat ibnu Abbas itu dibenarkan oleh abu Hurairoh. Wallohu a'lam.