Pertama, hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari RA:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ، – رضى الله عنه – أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ [رواه مسلم، والترمذي،وابن ماجه، وأبو داود)
Artinya: Dari Abu Ayyub al-Anshari RA bahwa ia mendapat riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa sudah melakukan puasa Ramadhan, kemudian menambahkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seolah-olah ia telah melaksanakan puasa sepanjang masa.’ (HR Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud).
Kedua, hadits yang diriwayatkan dari Tsauban RA:
عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِي – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدِ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ» يعني رمضان وستة أيام بعده [أخرجه ابن خزيمة، والنسائي ، والبيهقي، والدارمي)
Dari Tsauban, dari Nabi SAW (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: ‘Barang siapa berpuasa Ramadhan, maka pahala satu bulan Ramadan itu (dilipatkan sama) dengan puasa sepuluh bulan, dan berpuasa enam hari sesudah Idul Fitri [dilipatkan sepuluh menjadi enam puluh], maka semuanya (Ramadan dan enam hari bulan Syawal) adalah genap satu tahun. (HR Ibnu Khuzaimah, An-Nasa’I, Al-Baihaqi, dan Ad-Darimi).
Ketiga, hadis riwayat Ibnu Majah.
وَفِيْ رِوَايَةِ ابْنِ مَاجَه : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ وَ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا .
Artinya: Di dalam riwayat Ibnu Majah dinyatakan [bahwa Rasulullah SAW bersabda]: ‘Barangsiapa berpuasa Ramadan dan enam hari sesudah Idul Fitri, maka itu sama pahalanya dengan puasa genap setahun. Dan barangsiapa melakukan satu kebaikan, maka ia akan memperoleh (pahala) sepuluh kali lipat.”
Harus Berurutan atau Boleh Selang-seling?
Lalu, apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berturut-turut?
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah membahas hal ini.
Di dalam Keputusan Munas Tarjih ke-26 di Padang tahun 2003 j.o. Keputusan Muktamar Tarjih XXI di Klaten tahun 1980 tentang Puasa Tathawu’, disebutkan bahwa:
“Apabila Anda telah selesai berpuasa Ramadhan, maka berpuasalah enam hari dalam bulan Syawal (lakukan sesudah Hari Raya Idul Fitri), Anda lakukan secara berturut-turut atau berpisah-pisah.” Berdasarkan dalil- dalil yang telah dikemukakan di atas.
Karena keumuman matan hadis yang terdahulu tanpa adanya ta’yin (penjelasan berturut-turut atau berpisah-pisah) maka puasa syawal bisa dikerjakan berturut-turut atau berpisah-pisah (https://suaramuhammadiyah.id/2016/07/08/keputusan-tarjih-tentang-puasa-syawal/).
Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan:
قَالَ أَصْحَابُنَا : يُسْتَحَبُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ ، لِهَذَا الْحَدِيثِ قَالُوا : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَصُومَهَا مُتَتَابِعَةً فِي أَوَّلِ شَوَّالٍ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ شَوَّالٍ جَازَ . وَكَانَ فَاعِلا لأَصْلِ هَذِهِ السُّنَّةِ ، لِعُمُومِ الْحَدِيثِ وَإِطْلاقِهِ . وَهَذَا لا خِلافَ فِيهِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وَدَاوُد . المجموع شرح المهذب . (https://islamqa.info/ar/answers/7858/)
Ulama kami (ulama Syafiiyah) mengatakan: dianjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, karena adanya hadis (yang menganjurkannya). Mereka mengatakan bahwa yang lebih utama puasa (enam hari Syawal) dilakukan secara berturut-turut di awal bulan Syawal (setelah Idul Fitri).
Jika seseorang melakukannya secara terpisah atau mengakhirkannya di akhir bulan Syawal, maka boleh. Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits. Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Syafi’iyah, begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab)
Dengan demikian Puasa Syawal boleh dilakukan secara berturut-turut maupun terpisah (selang-seling). Juga boleh dilakukan di awal bulan Syawal, pertengahan, maupun di akhir bulan.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Sumber: pwmu.co