mudapembaharu.com - Setelah sebelumnya kita telah melewati pemilihan umum untuk Presiden. Beberapa hari lagi pesta demokrasi di Indonesia akan kembali diselenggarakan yakni dengan pemilukada 2024.

Hampir satu bulan lebih, masa-masa kampanye juga tengah memasuki babak akhir. Para paslon dan tim sukses kemenanganpun mungkin sudah hampir kehabisan tenaga dalam mencurahkan setiap usahanya untuk memenangkan calon yang diusung.

Memasuki minggu terakhir ini uji publik untuk para paslon mulai diadakan. Salah satunya dengan mengadakan debat publik baik untuk calon gubernur dan wakil gubernur atau calon walikota dan wakil walikota.

Baik kampanye atau uji publik, hal tersebut sangat penting bagi, satu sisi calon tersebut dan disisi lain bagi masyarakat. Paslon harus mengenalkan beberapa poin penting kepada masyarakat apabila terpilih nanti. Masyarakat juga harus mengenal betul siapa yang akan menjadi pemimpin mereka selama beberapa tahun kedepan.

Paslon dan Retorika adalah Keharusan. Jangan Blepotan

Dalam kampanye, secara tatap muka, mungkin para calon bisa leluasa menjelaskan mengenai program-program mereka apabila terpilih. Karena masih bisa didampingi beberapa tim. Tapi ketika dihadapkan dengan uji publik mungkin akan sedikit berbeda.

Meski penulis yakin bahwa pada setiap prosesnya, mereka tidak bergerak sendiri, alias selalu disiapkan oleh timses pemenangan mereka. Dan apabila hal tersebut diserahkan penuh kepada timses, sebetulnya hal tersebut justru akan menjadi bumerang. Apalagi ketika uji publik.

Kiranya hal inilah yang terjadi pada uji publik-uji publik yang diselenggarakan KPU diberbagai wilayah di Indonesia.

Harapan masyarakat yang menginginkan pemimpin cerdas, amanah serta mempunyai retorika yang bagus ternyata malah pupus ketika melihat secara langsung yang diusungnya blepotan dihadapan publik.

Ada yang enggan berdebat satu lawan satu dengan pasangan calon lawan, ada yang kebingungan menjawab pertanyaan bahkan ada yang marah-marah ketika pasangan lawan mengkritik.

Bagi paslon yang telah diusung dan telah mencapai akhir kesepakatan menjadi pemimpin, sebetunya hal tersebut memalukan. Bagaimanapun juga pemimpin adalah harapan rakyat, ia harus tahu kondisi rakyat. Bukan malah dengan adanya uji publik tersebut, justru timbul pandangan di masyarakat bahwa pasangan ini tidak tahu apa-apa.

Pantas saja banyak yang mengkritik uji publik pilkada saat ini. Salah satu diantaranya adalah politisi senior Akbar Faizal.

Sdh lama sy geli lihat format debat ala KPU spt yg skrg ini rutin di layar TV. Sy gak ngerti knp @KPU_ID tdk berimajinasi lbh jauh ttg debat yg berkualitas. Atau mungkin KPU sadar bahwa tak guna —dan bisa berisiko terhadap logika publik— jika format debat dibuat lbh baik dr skrg dgn melihat kualitas banyak calon bupati/gub yg berantakan? Bayangkan, ada calon yg bertanya kpd lawannya, “Tahukah Anda berapa jumlah ambulance disini?”. Belum lagi yg berencana menaikkan inflasi.😀

Akbar tahu betul bahwa mungkin saja uji publik ini tidak mempunyai dampak apapun pada perolehan suara nanti. Tapi yang lebih disayangkan oleh Akbar adalah kenapa format debat atau uji publik yang diselenggarakan KPU tidak berkualitas.

Bila KPU, sebagai penyelenggara memang ingin memberikan informasi kepada masyarakat harusnya jangan dibuat seperti itu. Karena bukan informasi penting yang didapatkan, melainkan komedi yang didapatkan.

Sejatinya kita berharap bahwa pilkada 2024 ini bukan hanya menampilkan sisi dagelannya dan sisi paslon yang blepotannya saja.

Tentu masyarakat berharap bahwa kelak yang akan menjadi pemimpin adalah mereka yang melihat kembali kepada rakyat. Bukan kepada partai yang "katanya" menjadika mereka No. 1. Selain itu rakyat juga ingin calon pemimpin yang terpilih nanti benar-benar pemimpin, bukan hanya boneka partai.

Jangan berhenti menoleh kepada rakyat bila sudah terpilih!