Yaya Mulya Mantri | Dosen Politeknik Pajajaran ICB Bandung
Kehidupan masyarakat semakin sulit, di awal tahun 2025 kenaikan PPN 12%. Tak lama kemudian penghentian penjualan gas bersubsidi di tingkat pengecer dan akhirnya direvisi kembali. Meskipun antrian untuk gas subsidi 3 kg saat ini tidak lagi menjadi masalah, ketidakadilan semakin nyata mengganggu hati nurani dan akal sehat.
Saat ini, ketidakpastian anggaran berdampak langsung pada publik, terutama karena beberapa lembaga yang memangkas anggarannya memiliki tanggung jawab terhadap layanan dasar masyarakat.
Anggaran beberapa kementerian mengalami pemotongan signifikan, di mana Kementerian Pekerjaan Umum dipangkas Rp 81,38 triliun dari Rp 110,95 triliun, Kementerian Perhubungan berkurang menjadi Rp 17,9 triliun dari Rp 31,5 triliun, dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengurangi anggaran sekitar Rp 8 triliun.
Akibat pemangkasan ini, muncul dampak seperti penghentian subsidi transportasi umum dan pemutusan kontrak pegawai. Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengalami pengurangan anggaran sebesar Rp 14,3 triliun dari total pagu Rp 56,6 triliun pada tahun 2025.
Masyarakat resah karena di tengah pemotongan anggaran yang signifikan, Kementerian Pertahanan justru melantik staf khusus baru yang menambah beban anggaran. Selain itu, jumlah kabinet yang besar juga mengakibatkan peningkatan biaya tinggi. Banyak pejabat yang meminta fasilitas berlebihan, seperti pengawalan di jalan raya, yang mengganggu lalu lintas dan menyedot dana publik.
Kebijakan yang berdampak ke masyarakat harus didasarkan pada aspek moralitas masyarakat yang mengedepankan kepentingan masyarakat umum daripada kepentingan elit atau ambisi penguasa. Anggaran negara yang berperan sebagai anggaran publik mencerminkan nilai-nilai dan perspektif pemerintah, bukan hanya angka-angka.
Kita perlu mempertanyakan latar belakang efisiensi yang ada, termasuk untuk siapa efisiensi itu ditujukan. Mengapa staf khusus dengan gaji tinggi dan pengalaman minim lebih dianggap penting dibandingkan guru dan dosen? Selain itu, penting juga untuk menyelidiki apakah pembuatan kebijakan mengikuti prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Kebijakan bukan hanya sekadar membuat atau memperbarui regulasi melalui pidato dan media sosial, tetapi juga harus mencakup perencanaan anggaran serta analisis tentang dampak dan risiko yang mungkin muncul. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya dipandang sebagai kebijakan yang serius, bukan hanya proyek untuk memenuhi janji kampanye, dengan penekanan pada pencapaian keadilan sosial bagi anak-anak yang tidak mampu, bukan bagi mereka yang keluarganya mampu menyediakan makanan yang layak.