Sahur pertama di bulan Ramadhan, Surya, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, duduk di meja makan dengan sepiring nasi goreng dan segelas susu di depannya. Ia bersemangat menikmati sahurnya, tidak sabar menunggu hari pertama puasa. 

Tiba-tiba, suara adzan subuh menggema dari masjid terdekat. Surya yang asyik makan tersadar, namun tidak langsung berhenti. Ia terus mengunyah sedikit lagi, karena rasa sahur pertamanya begitu nikmat.

Dari dapur, terdengar suara lembut Nisa, ibunya, yang memanggil, “Surya! Sudah adzan, nak. Sebaiknya kamu berhenti makan dan minum sekarang!”

Surya mengangguk sambil melanjutkan suapan terakhir. Ia geli melihat ekspresi khawatir di wajah ibu dan ayahnya, Pak Fajar, yang muncul dari pintu dapur dengan alis berkerut.

“Surya! Kenapa kamu belum berhenti?” tegur Pak Fajar, sedikit tegas. “Kan sudah adzan, kita tidak boleh makan dan minum saat puasa!”

Surya meletakkan sendoknya dan memandang penuh percaya. “Tapi, Ayah, kan ada keputusan dari Majelis Tarjih Muhammadiyah. Mereka sudah menetapkan bahwa parameter terbit fajar adalah ketika ketinggian matahari berada di -18 derajat di bawah ufuk,” jelas Surya dengan penuh semangat.

Ibu dan ayahnya tampak bingung, mendengar penjelasan yang tidak biasanya keluar dari mulut anak sekecil itu.

“Jadi,” lanjut Surya, “waktu subuh yang kita gunakan sebelumnya, yang ditetapkan oleh Kemenag, itu terlalu pagi sekitar 8 menit. Sekarang, dengan keputusan baru ini, kita masih punya waktu sedikit lagi untuk makan sebelum benar-benar mulai berpuasa!”

Ibu Nisa dan Pak Fajar saling berpandangan, terkejut namun juga bangga. Tak disangka, Surya yang masih kelas 3 SD sudah mampu memahami dan menjelaskan keputusan penting dalam agama.

“Baiklah, nak, kamu benar. Tapi kita tetap harus bersikap hati-hati dan menghormati adzan sebagai panggilan untuk beribadah,” jawab Pak Fajar sambil tersenyum.

“Terima kasih, Ayah! Saya akan selalu ingat untuk beribadah dan belajar lebih banyak tentang hal-hal seperti ini,” kata Surya, merasakan kebanggaan bisa menjelaskan dan tetap menghargai peraturan agama.

Setelah menghabiskan suapan terakhirnya dan meminum sisa susunya, Surya segera bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu, lalu berangkat menuju masjid untuk melaksanakan sholat subuh pertama di bulan Ramadhan.

Sementara Nisa dan Fajar mengingat kembali kata-kata Surya, mereka merasa bersyukur memiliki anak yang penuh semangat belajar agama.